Mas Bejo : Pencari Pasir Lendah Kulonprogo Jadi Peternak Sukses

Mas Bejo ; Pencari Pasir Lendah Kulonprogo Jadi Peternak Sukses - MENGUBAH nasib itu wajib. Tuhan memberi isyarat, tak akan mengubah nasib manusia bila mereka tak mau berusaha. Perubahan itu akan terjadi melalui proses panjang. Tak semudah membalik telapak tangan.

Bejo Santoso (37) mengalami itu. Warga Sembungan Lendah Kulonprogo, berangan-angan meraih kehidupan yang lebih baik dan berkecukupan. Dia menebusnya dengan merantau jauh di negeri orang, Korea. Semua dilakukan demi masa depan keluarga. Sekaligus mengumpulkan modal untuk buka usaha seperti seperti impiannya, menjadi peternak ayam.

Lulus SMA tahun 1993. Dia risih jika hanya kluntang-klantung. Dicarinya kesibukan untuk mendapatkan uang. Dia tak malu menjadi penambang pasir. Tiap pagi berangkat naik sepeda ontel. Kadang harus sampai Srandakan Bantul. Menambang pasir di bantaran Kali Progo.

Seharian penuh kerja memeras keringat, hanya membawa pulang uang Rp 20 ribu. Sungguh tak sebanding jerih payahnya.

Kadang, jika ada tawaran kerja buruh laden tukang, juga dilakoni. Malamnya masih kungkum di sungai. Mengais pasir.

Ketekunan serta kegelisahan Bejo didengar Tuhan. Ndilalah, ada orang menawarinya kerjasama. Bejo ditawari memelihara ayam potong sistem bagi hasil. Tapi, jumlahnya sedikit. Kisaran 100-200 ekor sekali pelihara. Tawaran itu tak disia-siakan. Bejo menyanggupi. “Yang penting ada tambahan hasil,” kenangnya.

Ternyata, tawaran memelihara ayam potong membuka jalan perubahan nasib Bejo. Melalui perjuangan panjang, bahkan sampai harus merantau ke negeri ginseng, Bejo benar-benar menjadi orang bejo (beruntung). Di halaman 07 dibabar kerja keras Bejo merintis peternakan ayam yang omzet perbulannya kisaran Rp 45 juta.

***

KEBAIKAN seorang juragan ayam potong yang memberi kesempatan kepada Bejo santoso memelihara sebagian kecil piaraannya dengan sistem bagi hasil, menginspirasi Bejo membangun cita-cita menjadi peternak ayam.

Secara langsung, dia menikmati keuntungan dari system bagi hasil itu. Meski hanya sedikit. Keuntungan lain yang diperolehnya adalah pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman beternak ayam potong, merupakan investasi yang nilainya tak terkira.

Ketika mulai menikmati uang bagi hasil, Bejo yang ketika itu (1998) memang sudah beranjak dewasa, berani menikahi gadis pujaannya, Sumitri. Keputusannya itu didasari pertimbangan matang. Dia punya dua sumber penghasilan, meski kecil. Dari menambang pasir dan upah memelihara ayam potong. Plus, sang istri yang berpofesi bakul kecil-kecilan di pasar Bantul.

Konsekuensinya, setip pagi setelah mengurus kandang, dia mengantar istri ke pasar. Diboncengkan sepeda ontel sambil membawa keranjang berisi dagangan. Setelah itu, turun ke sungai. “Istri saya ketika itu jualan di emperan pasar. Belum punya los seperti sekarang,” katanya. Bejo memutar akal. Batinnya bergejolak. Kalau hanya menerima keadaan, bagaimana nanti nasib anak-anaknya. Dia tak mungkin bisa mewujudkan impian punya usaha peternakan ayam, jika sumber penghasilannya dari menambang pasir, bagi hasil mengelola kandang ayam plus sedikit keuntungan dagang sang istri.

Seorang lelaki harus punya nyali. Tagline iklan minuman suplemen itu melecut semangat Bejo. Dia harus bangkit melawan kerasnya kehidupan. “Saya harus cari modal. Agar cepat punya duit banyak, harus berani merantau ke luar negeri. Itu satu-satunya cara yang bisa saya tempuh,” kenangnya.

Tekadnya bulat. Tahun 2000, Bejo melamar jadi TKI ke Korea. Lagi-lagi Tuhan mendengar dan memberi jalan Bejo untuk mewujudkan niat baiknya itu. Bejo diterima dan mendapat kontrak 4 tahun.

Selama kerja di Korea, gaji dikirim ke istri. Pasutri sepakat dan berbagi tugas. Bejo mencari nafkah ke luar negeri. Istrinya dipasrahi mengelola keuangan sesuai rencana, merintis peternakan ayam.

Hasilnya, luar biasa. Uang kiriman Bejo dikembangkan untuk usaha peternakan ayam petelur. Perlahan tapi pasti, jumlah kandang dan ayam yang dipelihara bertambah. Sampai habis kontrak, 2004, saat Bejo pulang kampung, sudah ada 3 kandang dengan 3 ribu ekor ayam petelur dimiliki. Saban hari menghasilkan 1,5 kuintal telur. Di saat peternakan ayam petelyr milik Bejo mengalami kejayaan, badai menghantam. Akibat krisis global, harga pakan melambung. Tak hanya Bejo yang kena imbas. Hampir semua peternak kelimpungan.

Untunglah, Bejo pernah punya pengalaman memelihara ayam pedaging. Situasi pasar sepertinya memberi angin bagi peternakan ayam pedaging. Maka, Bejo pun alih haluan. Ayam petelurnya dijual. Semua kandang diganti ayam pedaging. Langkah itu tidak salah. Dari 3 kandang, setelah dioptimalkan untuk ternak ayam pedaging, setiap bulan Bejo bisa memanen 4 ton ayam.

Jerih payah selama bertahun-tahun telah berhasil mengubah nasib mantan penambang pasir itu menjadi peternak ayam yang cukup berhasil.

Sekarang kehidupan Mas Bejo boleh dibilang mapan. Rumah megah sudah dimilikinya. Plus mobil untuk mendukung usaha. Juga, dia sudah berhasil membeli lahan 2.500 meter yang rencananya untuk memperluas kandang.

1 komentar:

modif keren said...

Maaf mas kira-kira cara bermitra yang baik bagaimana ya untuk berinvestasi ayam potong tersebut ? mohon infonya. atau bisa kirimkan e-mail pada saya di : ikhbal.nasution13@gmail.com

Post a Comment

 

Komunitas Blogger Jogja Design by Insight © 2009